SEJARAH PEMBENTUKAN

Sang Pencetus dan Perintis – Lie Siong Sen (Surya Widjaja)

Surya Widjaja (Lie Siong Sen) (1917 – 1984) lahir di desa Bing Cun, Mei Xian, Provinsi Guang Dong, Tiongkok. Pada tahun 1938, Lie Siong Sen merantau ke Indonesia dan sempat merubah namanya menajdi Yap Soei Siong, mengikuti marga orang yang menjadi sponsornya. Di Bandung, ia berkenalan dengan dan menikah dengan Liong Ki Yan (Janfy Widjaja).




Usaha dan Kontribusi

Pada tahun 1952, berkat keuletan dan kerja kerasnya, Lie Siong Sen berhasil membangun sebuah pabrik dengan nama PT. Yuntex, sebuah perusahaan yang memproduksi keperluan Corps Intendans Angkatan Darat. Pada tahun 1980, sangat kurangnya tenaga pengamanan di berbagai instansi pemerintah, perusahaan negara dan swasta, Lie Siong Sen berinisiatif meminjamkan lahan seluas 2 hektar lengkap dengan sarananya kepada POLRI untuk dijadikan DIKLAT melatih personil sipil menjadi petugas keamanan perusahaan negara dan swasta.

DIKLAT tersebut yang diresmikan oleh oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Polisi Drs. Awaludin Jamin menjadi cikal bakal terciptanya SATPAM yang selanjutnya menyerap jutaan tenaga kerja di Indonesia.




Awal Terbentuknya Yayasan Dana Sosial Priangan

Pada tahun 1976, Surya Widjaja (Lie Siong Sen) (1917-1984) menginisiasi terbentuknya Yayasan Dana Sosial Priangan (YDSP) dengan mengajak rekannya; Ng Shi You, Chen Fu Sang, dan lain-lain. Salah satu tujuan dibentuknya yayasan ini adalah untuk memberikan kemudahan dengan menyediakan ruang duka untuk warga Tionghoa yang berkabung, membebaskan dari segala biaya, termasuk memberikan lahan makan bagi keluarga yang tidak mampu. Sebagai bagian dari misi kesehatannya, Yayasan Dana Sosial Priangan juga membangun klinik gigi dan umum untuk membantu warga sekitar.

Surya Widjaja memiliki visi yang luas dan kepedulian terhadap kehidupan masyarakat, dan salah satu misinya adalah membawa masyarakat Tionghoa untuk berkolaborasi dan berintegrasi dengan masyarakat luas sekelilingnya. Namun, pada zaman orde baru, segala hal yang berhubungan dengan budaya Tionghoa mengalami pengekangan serta perkumpulan masyarakatn Tionghoa pun ditiadakan. Untuk tetap menjalankan misinya, YDSP membangun Gedung Karuhun Setarus Marga, tempat ibadah untuk menghormati dan mengenang para leluhur marga. Setahun 2 kali, diadakan upacara dengan menghadirkan para perwakilan marga di Bandung. Dengan begini, eksistensi paguyuban marga-marga tetap bisa dipertahankan.

Surya Widjaja beserta dengan pengurus yayasan berupaya membangkitkan kepedulian masyarakat Tionghoa untuk ikut berperan aktif dalam membantu pemerintah dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. YDSP menampung dan menyalurkan bantuan untuk berbagai kegiatan sosial, penanggulangan, bencana alam, dan lainnya. Pada tahun 1984, Surya Widjaja meninggal dunia di Bandung pada usia 68 tahun dan dimakamkan di pemakaman Cikadut.